-->
  • Pemerolehan dan pembelajaran Bahasa kedua



    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1.             Latar Belakang
    Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra indonesia kepada siswa di sekolah dasar terutama siswa di kelas rendah. Karekteristik setiap anak tidak sama sehingga dengan mempelajari pemerolehan bahasa dan perkembangan bahsa anak guru dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahsa pada siswanya. Siswa sekolah pada umumnya berlatar belakang dwi bahasa dan multi bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak , guru dapat benar-benar memahami konteks sosial budaya lingkunaagn anak didiknya dan menghargai keragaman budaya tersebut
    1.1                   Rumusan masalah
    Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
    1.  Apa isu substansi Bahasa itu?
    2.  Apa pengertian pemerolehan bahasa itu?
    3.  Apa sajakah ragam pemerolehan bahasa itu?
    4.  Bagaimana peranan bahasa pertama dalam peroses pemerolehan bahasa kedua
    1.2                   Tujuan Penulisan
    Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut;
    1.  Dapat memahami isu substansi bahasa.
    2.  Dapat memahami pengertian pemerolehan bahasa.
    3.  Dapat memahami ragam-ragam peemerolehan bahasa.
    4.  Dapat memahami peranan bahasa pertama dalam peroses pemerolehan bahasa kedua


    BAB II
    PEMBAHASAN

    2.1.       Isu Substansi Bahasa

    Isu yang berkaitan dengan subtansi bahasa meliputu transfer bahasa, masukan (input), dan variabilitas.
                   Terkait dengan ciri kedua bahasa,yaitu sejauh mana suatu butir bahasa itu bermarkah (marked).antara lain di temukan bahwa jika dua bahasa berbeda ,tetapi butir B2 (BS) kurang tertanda,maka hal itu dapat menimbulkan kesulitan.
                   Sejumlah penelitian mengkaji hubungan antara masukan (input) dan luaran (output).Fokusnya meliputi antara lain hubungan antara jumlah dan frekuensi masukan dengan kualitas keluaran bahasa yang di ujarkan oleh pengajar terhadap peserta didiknya ,serta peranan masukan dalam pengembangan kemampuan berbahasa kedua.
    Berkaitan dengan jumlah input ,hasil beberapa penelitian menunjukan bahwa pembelajar yang memperoleh kesempatan untuk menggunakan B2 atau mendapat input yang banyak ,akan memiliki kemahiran berbahasa kedua yang baik.penutur asli melakukan modifikasi terhadap wacana yang di ucapkan ketika berbicara dengan orang yang bukan penutur asli .
    Tentang peranan input,Krashen seperti yang di kutip Huda (1999) mengajukan hipotesis bahwa input yang dapat di pahami meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berbahasa kedua.Namun ,hasil penelitian lain juga menunjukan bahwa hal itu tidak cukup ,kecuali jika pembelajar mendapat kesempatan untuk mempraktikkan bahasa sasaran.
    Bahasa antara (interlanguage)bervariasi ,seperti halnya bahasa yang alami .Variabilitas sinkronis (antar waktu )lazim di jumpai dalam bahsa pembelajar.sekali waktu pembelajar menunjukan telah menguasai suatu aspek tatabahasa,akan tetapi pada kesempatan lain dia membuat kesalahan pada aspek tersebut.Terjadinya variabilias sinkronis dapat di terangkan dengan pendekatan sosioliguistik,yaitu bahwa variabilitas itu mengikuti pola deretan gaya bahasa .jika pembelajar memberikan perhatian terhadap cara dirinya berkata ,maka gaya nya cenderung formal,sedangkan jika dia tidak mendengarkan apa-apa yang dia ucap kan ,maka gaya bahasa nya cenderung informal.
    Variabilitas juga biasa terjadi karena berbagai alasan:
    1.      Pembicara melakukan penyesuaian terhadap lawan bicaranya;
    2.      Faktor-faktor sosiologistik situasi formal dan informal;
    3.      Kuantitas waktu untuk merencanakan pembicaraan;dan lain-lain
    2.2.        Pengertian pemerolehan bahasa
    Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
    Penelitian mengenai bahasa manusia telah menunjukkan banyak hal mengenai pemerolehan bahasa, mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan seorang anak ketika belajar atau memperoleh bahasa (Fromkin dan Rodman, 1998:318 (dalam
    , http://laillail.blogspot.com)).
    1.             Anak tidak belajar bahasa dengan cara menyimpan semua kata dan kalimat dalam sebuah kamus mental raksasa. Daftar kata-kata itu terbatas, tetapi tidak ada kamus yang bisa mencakup semua kalimat yang tidak terbatas jumlahnya.
    2.             Anak-anak dapat belajar menyusun kalimat, kebanyakan berupa kalimat yang belum pernah mereka hasilkan sebelumnya. Anak-anak belajar memahami kalimat yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Mereka tidak dapat melakukannya dengan menyesuaikan tuturan yang didengar dengan beberapa kalimat yang ada dalam pikiran mereka. Anak-anak selanjutnya harus menyusun “aturan” yang membuat mereka dapat menggunakan bahasa secara kreatif. Tidak ada yang mengajarkan aturan ini. Orang tua tidak lebih menyadari aturan fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantik dari pada anak-anak. Selain memperoleh aturan tata bahasa (memperoleh kompetensi linguistik), anak-anak juga belajar pragmatik, yaitu penggunaan bahasa secara sosial dengan tepat, atau disebut para ahli dengan kemampuan komunikatif. Aturan-aturan ini termasuk mengucap salam, kata-kata tabu, bentuk panggilan yang sopan, dan berbagai ragam yang sesuai untuk situasi yang berbeda. Ini dikarenakan sejak dilahirkan, manusia terlibat dalam dunia sosial sehingga ia harus berhubungan dengan manusia lainnya. Ini artinya manusia harus menguasai norma-norma sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Sebagian dari noraia ini tertanam dalam bahasa sehingga kompetensi seseorang tidak terbatas pada apa yang disebut pemakaian bahasa (language usage) tetapi juga penggunaan bahasa (language use) (Dardjowidjojo, 2000:275(dalam, http://laillail.blogspot.com)).
    3.             Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Bahasa memudahkan anak mengekspresikan gagasan, kemauannya dengan cara yang benar-benar dapat diterima secara sosial. Bahasa merupakan media yang dapat digunakan anak untuk memperoleh nilai-nilai budaya, moral, agama, dan nilai-nilai lain dalam masyarakat. Dalam melangsungkan upaya memperoleh bahasa, anak dibimbing oleh prinsip atau falsafah ‘jadilah orang lain dengan sedikit perbedaan’, ataupun ‘dapatkan atau perolehlah suatu identitas sosial dan di dalamnya, dan kembangkan identitas pribadi Anda sendiri.
    Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), pemerolehan bermakna proses, cara, perbuatan memperoleh. Kata memperoleh tersebut di dalam KBBI bermakna mencapai sesuatu dengan usaha. Dengan demikian maka pemerolehan bermakna proses, cara, perbuatan mencapai sesuatu dengan usaha.
    Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa
    Jadi, pemerolehan bahasa merupakan proses manusia mendapat kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman komunikasi berkenan dengan bahasa pertama.
    Untuk mengetahui bagaimana perkembangan bahasa seseorang,dalam hal ini anak,anak berikut ini akan di ketengahkan tahap-tahap perkembangan itu secara kronologis oleh Markey (1965).
    ü   Umur 3 bulan
    Anak mulai mengenal suara manusia imgatan yang sederhana mungkin sudah ada,tetapi belum tampak. Segala sesuatu masih terkait apa yang dilihatnya; koordinasi antara pengertian dan apa yang diucapkan belum jelas. Anak mulai tersenyum dan mulai membuat suara-suara yang belum teratur.
    ü   Umur 6 bulan
    Anak sudah mulai bisa membedakan antara nada yang “halus” dan nada “kasar”. Dia mulai membuat  vokal seperti  “aEE.aEE..aEEaEE”.
    ü   Umur 9 bulan
    Anak mulai bereaksi terhadap isyarat. Dia mulai mengucapkan bermacam-macam suara dan tidak jarang kita bisa mendengar kombinasi suara yang  menurut orang dewasa suara yang aneh.
    ü   Umur 12 bulan
    Anak mulai membuat reaksi terhadap perintah. Dia gemar mengeluarkan suara-suara dan bisa diamati,adanya beberapa kata tertentu yang diucapkannya untuk mendapatkan sesuatu.
    ü   Umur 18 bulan
    Anak mulai mengikuti petunjuk. Kosa katanya sudah mencapai dua puluhan. Dalam tahap ini komunikasi dengan menggunakan bahasa sudah mulai tampak. Kalimat dengan satu kata dah diganti menjadi kalimat dua kata.
    ü   Umur 2-3 tahum
    Anak sudah bisa memahami pertanyaan dan perintah sederhana. Kosakatanya (baik yang pasif maupun yang aktif) sudah mencapai beberapa ratus. Anak sudah bisa mengutarakan isi hatinya dengan kalimat sederhana.
    ü   Umur 4-5 tahun
    Pemahaman anak makin mantap, walaupun masih sering bingung dalam hal-hal yang menyangkut waktu (konsep waktu belum bisa dipahami dengana jelas). Kosa aktif bisa mencapai dua ribuan,sedangkan yang pasif makain bnyak jumlahnya. Anak mulai belajar menghitung dan kalamat-kalimat yang agak rumit mulai di gunakan.
    ü   Umur 6-8 tahun
    Tidak ada kesukaran untuk memahami kalimat yang biasa dipakai orang dewasa sehari-hari. Mulai belajar membaca dan aktivitas ini dengan sendirinya menambah perbendaharaan katanya. Mulai membiasakan dirinya dengan pola kalaimat yang agak rumitdan B1 pada dasarnya sudah i kuasainya sebagai alat berkomunikasi.
    2.3.        Ragam pemerolehan bahasa
              Ragam pemerolehan bahasa dapat ditinjau dari berbagi sudut pandangan, sebagai berikut:
    a)      Berdasarkan bentuk:
    1.      Pemerolehan bahasa pertama
    2.      Perolehan bahasa kedua
    3.      Pemerolehan bahasa ulang
    b)      Berdasarkan urutan:
    1.      Pemerolehan bahasa pertama
    2.      Pemerolehan bahasa kedua
    c)      Berdasarkan jumlah:
    1.      Pemerolehan satu bahasa
    2.      Pemerolehan dua bahasa
    d)     Berdasarkan media:
    1.      Pemerolehan bahasa lisan
    2.      Pemerolehan bahasa tulis
    e)      Berdasarkan keaslian:
    1.      Pemerolehan bahasa asli
    2.      Pemerolehan bahasa asing

    2.4.        Peranan Bahasa Pertama dalam Proses Pemerolehan Bahasa ke Dua

    Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh maka pada usia tertentu anak lain atau bahasa kedua (B2) yang ia kenalnya sebagai khazanah pengetahuan yang baru.
    Ali (1995:77) mengatakan bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Hal ini menunjukkan bahasa pertama (B1) merupakan suatu proses awal yang diperoleh anak dalam mengenal bunyi dan lambang yang disebut bahasa.
    Apabila dalam proses awal menunjukkan pemahaman dan penghasilan yang baik dari keluarga dan lingkungan bahasa yang diperolehnya, proses pemerolehan bahasa selanjutnya akan mendapatkan kemudahan. Tahapan-tahapan berbahasa ini memberikan pengaruh yang besar dalam proses pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman dan penghasilan (produksi) bahasa pada diri anak melalui beberapa tahap mulai dari meraban sampai fasih berbicara (Indrawati dan Oktarina, 2005:21).
    Bahasa kedua akan dikuasai secara fasih apabila bahasa pertama (B1) yang diperoleh sebelumnya sangat erat hubungannya (khususnya bahasa lisan) dengan bahasa kedua tersebut. Hal itu memerlukan proses, dan kesempatan yang banyak. Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik (Chaer, 1994:66).
    Pemerolehan bahasa pertama (B1) sudah barang tentu mempunyai dampak terhadapi anak untuk mendapatkan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apa saja dampak yang kemungkinan muncul akan penulis paparkan dalam tulisan ini.

    2.4.1.     Beragam Bahasa Pertama (B1)
    Bangsa Indonesia memiliki banyak suku, budaya, dan bahasa dengan ragam dialek yang berbeda-beda. Oleh karena itu, wajarlah bila di suatu sekolah (kelas rendah) terdapat berbagai bahasa ibu mengingat siswa berasal dari berbagai latar belakang dan suku bahkan bahasa daerah yang beragam pula. Bahasa daerah sebagai bahasa pertama dikenal anak sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa Indonesia yang akan diperoleh anak di sekolahnya.
    Adanya berbagai macam dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer, 1994:63). Dialek atau pelafalan bahasa daerah dan ragam bahasa dalam tatanannya sebagai bahasa lisan memiliki dampak terhadap pelafalan bahasa Indonesia yang baik dan benar meskipun dari segi makna masih dapat diterima. Pelafalan yang nyata sering terdengar dalam tuturan resmi berasal dari berbagai dialek bahasa di nusantara yaitu Jawa, Batak, Sunda, Bali, Minangkabau. Dialek-dialek tersebut akan lebih baik bila sekecil mungkin dihilangkan apalagi bila dialek itu diselingi dengan bahasa daerah dari bahasa ibu (B1) petuturnya sehingga tidak menimbulkan permasalahan khususnya salah penafsiran bahasa karena terdapat bahasa daerah yang mempunyai ucapan atau pelafalan sama namun memiliki makna yang berbeda. Contoh:
    ü   suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada
    ü   suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek
    ü   kenekdalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir)
    ü   kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena
    ü   abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak
    ü   abang dalam bahasa Jawa bermakna merah
    Melalui beberapa contoh itu ternyata penggunaan bahasa daerah memiliki tafsiran yang berbeda dengan bahasa lain. Jika hal tersebut digunakan dalam situasi formal seperti seminar, lokakarya, simposium, proses belajar mengajar yang pesertanya beragam daerahnya akan memiliki tafsiran makna yang beragam. Arifin dan Hadi (1989:11) menegaskan bahwa pelafalan dan penggunaa bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi atau formal sebaiknya dikurangi. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa daerah yang sering digunakan sebagai bahasa ibu mempunyai dampak dalam perolehan bahasa siswa secara resmi atau formal berupa bahasa Indonesia yang baik dan benar.
    2.4.2.           Dampak Pemerolehan Bahasa Ibu (B1)
    Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa yang akan diperoleh anak pada tahapan berikutnya. Sebagai contoh seorang anak yang orang tuanya berasal dari daerah Melayu dengan lingkungan orang Melayu dan selalu menggunakan bahasa Melayu sebagai alat komunikasi sehari-hari, maka anak itu akan mudah menerima kehadiran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) di sekolahnya. Tuturan bahasa pertama (B1) yang diperoleh dalam keluarga dan lingkungannya sangat mendukung terhadap proses pembelajaran bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia. Hal ini sangat dimungkinkan selain faktor kebiasaan juga bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Lain halnya jika kedua orang tuanya berasal dari daerah Jawa dengan lingkungan orang Jawa tentu dalam komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Jawa akan mengalami kesulitan untuk menerima bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang dirasakan asing dan jarang didengarnya.
    Selain dua situasi di atas juga berbeda dengan pasangan orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda dengan bahasa yang berbeda pula dan lingkungan yang berbeda dengan kedua bahasa orang tuanya maka anak akan memperolah bahasa yang beraneka ragam ketika bahasa Indonesia diperolehnya di sekolah akan menjadi masukan baru yang berbeda pula.
    Untuk kasus yang ketiga dapat dicontohkan apabila ibunya berasal dari daerah Sekayu sedangkan ayahnya berasal dari daerah Pagaralam dan keluarga ini hidup di lingkungan orang Palembang dalam mengatakan sebuah kata yang berarti mengapa akan diucapkan ibu ngape (e dipaca kuat (e taling)) dalam bahasa Sekayu dan bapak dengan ucapan ngape (e lemah (e pepet)) dalam bahasa Pagaralam dan bahasa di lingkungannya di Palembang ngapo. Ketika anak memasuki sekolah, ia mendapatkan seorang teman yang berasal dari Jawa mengucapkan kata ngopo yang berarti mengapa maka bertambah lagi keanekaragaman bahasa yang diperolehnya. Seorang guru pada jenjang sekolah pada kelas tinggi ia menjumpai kata mengapa akan merasa kebingungan karena ada lima bahasa yang ia terima. Bagi anak yang kemampuan kognetifnya baik atau lebih dari rata-rata ia akan bisa membedakan bahasa Sekayu, Palembang, Pagaralam, Jawa, dan bahasa Indonesia. Kenyataan inilah yang menjadi dampak bagi anak ketika pemerolehan bahasa pertama yang didapatkan berpadu dengan bahasa kedua sebagai bahasa baru untuk digunakan dalam komunikasi di jenjang lembaga resmi atau formal.
    Orang tua dan lingkungan mempunyai andil besar terhadap pemerolehan bahasa yang akan dipejarinya di lembaga formal. Dijelaskan dalam aliran behavioristik Tolla dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) bahwa proses penguasaan bahasa pertama (B1) dikendalikan dari luar, yaitu oleh rangsangan yang disodorkan melalui lingkungan. Sementara Tarigan dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa anak mengemban kata dan konsep serta makhluk social. Tarigam memadukan bahwa konsep pemerolehan belajar anak berasala dari konsep kognetif serta perkembangan sosial anak itu sendiri. Adapun perkembangan sosial itu sendiri idak terlepas dari faktor orang-orang yang kehadirannya ada di lingkungan diri anak. Orang-orang yang dimaksud adalah teman, saudara dan yang paling dekat adalah kedua orang tua yaitu ayah serta ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan oleh kedua orang tua sebagai orang yang pertama kali dekat dengan diri anak ketika menerima bahasa pertama sangat berdampak terhadap anak dalam tahapan pemerolehan bahasa kedua (B2).
    Pemerolehan bahasa pertama anak adalah bahasa daerah karena bahasa itulah yang diperolehnya pertama kali. Perolehan bahasa pertama terjadi apabila seorang anak yang semula tanpa bahasa kini ia memperoleh bahasa (Tarigan dalam Safarina dan Indrawati, 2006:157). Bahasa daerah merupakan bahasa pertama yang dikenal anak sebagai bahasa pengantar dalam keluarga atau sering disebut sebagai bahasa ibu (B1). Bahasa ibu yang digunakan setiap saat sering kali terbawa ke situasi formal atau resmi yang seharusnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
    Bagi anak, orang tua merupakan tokoh identifikasi. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika mereka meniru hal-hal yang dilakukan orang tua (Fachrozi dan Diem, 2005:147). Anak serta merta akan meniru apa pun yang ia tangkap di keluarga dan lingkungannya sebagai bahan pengetahuannya yang baru terlepas apa yang didapatkannya itu baik atau tidak baik. Citraan orang tua menjadi dasar pemahaman baru yang diperolehnya sebagai khazanah pengetahuannya artinya apa saja yang dilakukan orang tuanya dianggap baik menurutnya. Apapun bahasa yang diperoleh anak dari orang tua dan lingkungannya tersimpan di benaknya sebagai konsep perolehan bahasa anak itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan orang tua dalam berbahasa di dalam keluarga (bahasa ibu) sangat dicermati anak untuk ditirukan. Anak bersifat meniru dari semua konsep yang ada di lingkungannya. Brown dalam Indrawati dan Oktarina (2005:24) mengemukakan bahwa posisi ekstern behavioristik adalah anak lahir ke dunia seperti kertas putih, bersih. Pernyataan itu memberikanan penjelasan nyata bahwa lingkungan dalam hal ini keluarga terutama orang tua dalam pemberian bahasa yang kurang baik khususnya tuturan lisan kepada anak akan menjadi dampak negatif yang akan disambut oleh anak sebagai pemerolehan bahasa pertama (B1) yang menjadi modal awal bagi seoarang anak untuk menyongsong kehadiran pemerolehan bahasa kedua (B2).
    Perolehan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia)) merupakan sebuah kebutuhan bagi anak ketika sedang mengikuti pendidikan di lembaga formal. Pada lembaga formal guru mempunyai pengaruh yang sangat siknifikan sebagai pendidik sekaligus pengajar di sekolah. Guru dengan konsep dapat digugu dan ditiru oleh anak akan menjadi figure sosok seseorang pengganti orangtua yan, oleh karena itu sosok seorang guru dalam kehadirannya di sekolah sebagai rumah kedua bagi anakmempunyai peranan penting dalam memberikan tuturan bahasa sebagai contoh bahasa kedua (B2). Penyesuaian antara bahasa ibu (B1) dengan bahasa kedua (B2 (bahasa Indonesia) yang dituturkan oleh guru membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pada kelas rendah (kelas 1—3 SD) masih menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar pendidikan.
    Pada Kelas lanjutan (4—6 SD dan seterusnya) guru akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru oleh anak. Apabila pada kelas lanjutan guru masih menggunakan bahasa ibu/ bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka dampak negatif yang akan diperoleh anak. Sebagai contoh seorang guru matematika mengajarkan hasil penjumlahan. Guru menanyakan proses penjumlahan dengan menggunakan bahasa Palembang “Cakmano awak dapet hasil mak ini ni, cobo jelaske!” Bagi anak yang berasal dari Palembang tidak menjadi masalah dan bisa saja menjelaskannya (menggunakan bahasa Palembang), tetapi anak yang tidak berasal dari daerah Palembang yang berada di kelas yang sama akan mengalami kesulitan menerima bahasa daerah Palembang sebagai bahasa kedua (B2). Sebaliknya jika guru matematika tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah barang tentu dapat dipahami oleh warga belajar di kelas yang bersangkutan. Hal yang terakhir ini akan menjadi sebuah kenyataan yang komunikatif antara petutur dan penutur apabila warga kelasnya sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila anak sebagai peserta didik tetap terbiasa mengggunakan bahasa daerah atau bahasa pertama (B1) yang juga sering disebut sebagai bahasa ibu dalam komunikasi di lingkungan formal maka sangat sulit guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia pendidikan. Begitu pula apabila guru dan anak sebagai peerta didik selalu menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar pendidikan maka tidak mengherankan bila penguasaan bahasa Indonesia yang baik saja yang dikuasai anak. Sementara itu, keberadaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang menjadi tuntutan sebagai komonukasi formal atau resmi akan dikesampingkan.
    Peranan Guru (kelas bawah) dan orang tua dalam berbahasa ditunjang oleh faktor lingkungan sangat memberikan dampak yang sangat besar dalam proses pemerolehan bahasa pertama (B1). Pemberian figur berbahasa yang baik oleh orang tua yang baik diperkuat dengan guru sebagai contoh berbahasa yang baik dan benar di sekolah, maka anak akan mempunyai bekal dalam mempelajari pemerolehan bahasa kedua (B2) yaitu bahasa Indonesia yang baik dan benar.














    BAB III
    PENUTUP
    3.1         KESIMPULAN
    Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa  anak di mulai dari lingkungannya terutama lingkungan keluarga,ini disebut pemerolehan bahasa pertama yang terjadi dalam kehidupan awal anak. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan strategi, yaitu imitasi,produktivitas,umpan balik dan prinsip operasi. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seorang memperoleh bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa ibu (bahasa pertama)

    3.2                  SARAN
    Sebagai calon pendidik, mahasiswa khususnya mahasiswa IAI Al-Qolam Malang prodi Tadris Bahasa dan Sastra Indonesia diharapkan bener-bener memahami materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak. Karena materi ini akan memberikan wawasan kepada mahasiswa tenyang bagaimana sesungguhnya cara anak belajar bahasa dan sejak kapan anak-anak mulai belajar bahasa. Pemahaman yang baik mengenai hal itu,tentu akan memudahkan  mahasiswa untuk menciptakn suasan pembelajaran bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi,kebiasaa,dan strategi belajar bahasa anak yang memungkankan menguasai bahasa dengan baik dan benar.




    DARTAR PUSTAKA

    Andinijs. 2013. Pengertian Ragam dan Siasat Pemerolehan,
    Blogkosmit. 2012. Peranan Bahasa Pertama dalam Proses,
    (http://blogkosmit.blogspot.co.id/2012/12/peranan-bahasa-pertama-dalam-proses.html, diakses pada tanggal 02 Pebruari 2016 pukul 07:56)


  • You might also like

    No comments:

Populer Tahun ini

Populer Minggu ini

Populer Bulan ini

Video Terpopuler

Artikel Pilihan

Renungan Penyejuk Jiwa

Renungan Penyejuk Jiwa
Birda Bimbel

Iklan

Notification

Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Iklan